Penulis
Wawan Sujarwo
lahan jagung yang rusak akibat seranan belalang kembara |
Dalam kondisi apapun dan bagaimanapun, suatu ekosistem alam berserta rantai makanan haruslah dijaga keseimbangannya. Jika ada salah satu komponen ekosistem yang terganggu baik dari faktor bencana alam maupun buatan manusia, maka dapat menimbulkan bencana alam yang lebih besar. Faktor gangguan, khususnya yang diakibatkan peran manusia, selain mengakibatkan terganggunya ekosistem juga dapat mengganggu rantai makanan, karena pada prinsipnya alam dan kehidupan yang ada di alam liar akan selalu berada pada posisi seimbang.
Ketidakseimbangan rantai makanan dapat
mengakibatkan terjadinya ledakan pada salah satu rantainya, contoh yang paling
sederhana adalah berkurangnya ular di sawah karena di buru oleh manusia, maka
yang terjadi adalah naiknya populasi tikus. Di Sumba Barat Daya, berdasarkan
cerita masyarakat, dahulu kala pernah terjadi wabah tikus yang menyerang lahan
pertanian padi, dan yang dilakukan masyarakat waktu itu adalah melepaskan
kucing sebagai salah satu musuh alaminya, hal ini dilakukan masyarakat lokal di
Sumba Barat Daya untuk menyeimbangkan rantai makanan yang ada di alam.
Lalu, apa yang terjadi akhir-akhir ini
di Pulau Sumba? Memang benar sudah terjadi ledakan hama belalang kembara yang
banyak dibicarakan sudah pernah terjadi sejak dekade 1970an, 1990an, 2000an,
2010an, dan hingga sekarang masih sering terjadi secara periodik dengan rantang
waktu yang kian hari kian cepat, dengan kata lain, jika era 1970an rentang
terjadinya outbreak bisa 20 tahun
atau 10 tahun, namun sekarang dirasa terjadi hampir setiap tahun. Tentu saja outbreak belalang kembara sangat
merugikan para petani jagung yang ada di Pulau Sumba. Jagung merupakan komoditas
pertanian andalan Sumba, dan masyarakat Sumba Barat Daya menggantungkan mata
pencahariannya dari bercocok tanam jagung. Namun tanaman ini sangat disukai
belalang kembara, khususnya daunnya, selain itu, ada juga daun bambu, daun
kelapa, daun sorghum, dan juga menyerang padi. Khusus untuk tanaman padi,
belalang kembara lebih menyerang tangkai buah (bulir) padi dan batang.
lahan sorghum yang rusak akibat diserang belalang kembara |
Contoh diatas jika dilihat dari
perspektif ekologi, diduga diakibatkan karena ketidakseimbangan rantai makanan,
dilain hal, tersedia pakan yang cukup melimpah yang disukai belalang kembara,
yakni daun jagung dan daun sorghum, misalnya. Apalagi di Kabupaten Sumba Tengah
sudah ditetapkan pemerintah pusat sebagai food
estate, dan jagung adalah salah satu komoditas andalannya.
Ketidakseimbangan rantai makanan di
Pulau Sumba yang mengakibatkan ledakan populasi belalang kembara, salah satunya
adalah hilangnya predator alaminya, yakni jenis burung. Pada dasarnya hampir
semua jenis burung makan belalang, begitu juga jenis unggas yang lain, misalnya
bebek. Untuk belalang kembara yang masih pada fase telur, maka semut dapat digunakan
sebagai musuh alami untuk mengatasi telur belalang kembara sehingga tidak
menetas menjadi nimfa. Sedangkan untuk belalang dewasa (fase imago), maka
burung merupakan salah satu musuh alaminya. Dari beberapa informasi yang kami
himpun selama survey pendahuluan, ditemukan informasi bahwa perburuan burung,
khususnya jenis branjangan, sudah terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama
bahkan hingga sekarang. Untuk mengantisipasi hal tersebut sebenarnya sudah ada
Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Sumba Timur yang menangkap siapa saja
yang melakukan perburuan burung dengan membawa senapan angin, namun dikarenakan
secara ekonomis harga burung jenis branjangan cukup menjanjikan bahkan harga
seekor burung branjangan lebih mahal dari 1 Kg harga jagung pipil. Sehingga
sebagian masyarakat pun tergoda untuk melakukan perburuan burung dikarenakan
adanya permintaaan pasar yang cukup tinggi yang ada di luar Sumba.
telur belalang kembara |
Upaya penanganan belalang kembara
diperlukan sebuah kerjasama yang terpadu diantara empat kabupaten yang ada di
Pulau Sumba, ini tidak bisa dilakukan secara terpisah, maka dari itu diperlukan
koordinasi yang kuat bahwa Sumba harus bebas dari wabah belalang kembara karena
sudah sangat meresahkan para petani. Dari perspektif musuh alami, selain
dibuatkannya Perda yang kuat dan mengikat untuk seluruh Sumba, juga perlu
dibarengi upaya pembiakan (breeding)
burung dengan campur tangan manusia, berupa penangkaran misalnya, sebelum
dilepasliarkan di alam bebas. Semua upaya perlu dilakukan secara pararel untuk
mengendalikan populasi belalang kembara yang kian hari terus bertambah,
ditunjang dengan kondisi iklim yang tidak menentu, hal ini semakin memperparah
kondisi outbreak dimana belalang
kembara sangat mudah untuk menetaskan telur-telurnya pada kondisi tanah dengan iklim
yang tidak menentu, yakni terkadang hujan, dan panas.